News

Kacer Batosai Suka Bikin Lawan Mbledos

Galih Eko Prasetyo, kicau mania asal Solo, Jawa Tengah, berdebar-debar menanti keputusan juri. Kacer yang dia pegang memang tampil memikat siang itu. Tapi pria berusia 24 tahun ini juga harus realistis, musuh-musuh yang dihadapi di kelas utama Latpres Antasari 27 Juni 2020 silam bukanlah lawan-lawan yang enteng. Ada sekitar 30 lebih burung hitam putih dengan kualitas mumpuni yang berlaga di kelas ini.

Perasaan lega bercampur bangga akhirnya menghinggapi Galih ketika Batosai dinobatkan juri menjadi jawara. Padahal sebelumnya dia sempat was-was dengan performa kacer yang menempati podium kedua. “Kacer yang nomer dua performanya hampir sama dengan Batosai, secara materi lagu, hanya dari segi gaya yang berbeda, gayanya duduk sambil ngerol satu titik. Inilah yang membuat saya sedikit was-was. Kalau gaya itu kadang tergantung selera masing-masing juri. Alhamdullilah akhirnya Batosai yang naik podium pertama,” kisah pria yang dulu berprofesi sebagai seorang security di sebuah pusa perbelanjaan di Solo.

Salah satu keistimewaan Batosai adalah rol tembak. Bila sudah ngerol dengan suara tengkek dan colibrinya, dapat dipastikan burung-burung disebelahnya bakal mbledos semua, mbagongi. Selain itu gayanya juga aduhai, buka ekor sambil bersiul. Kemenangan tersebut semakin menegaskan Batosai sebagai salah satu kacer yang disegani di area Solo Raya.

Galih menceritakan bahwa persiapan Batosai untuk berlaga di arena latpres ini hanya seminggu saja. Menurut Galih, kunci kemenangan Batosai terletak pada embun pagi. Selama seminggu, rutin, bapak satu anak ini selalu mengeluarkan Batosai jam 5 pagi. Bila tidak diembunkan maka dia lah yang bakal mbledos duluan di awal pertadingan. Untungnya, kalau mbledos Batosai tidak serta merta ngunci, paling hanya beberapa detik trus mulai kerja. “Kalau perawatan harian gampang, jangkrik 3 ekor sehari tanpa kroto,” tambah Galih yang di temui kontesburung.com di rumahnya di kawasan Cinderejo Kidul, Gilingan, Solo.

Baca Juga :  Kacer Goess Bukan Jago Kandang

Sejenak, suara lokomotif lantang terdengar. Rumah Galih memang berada di sebelah rel kereta api, beberapa meter dari stasiun Balapan Solo. “Suara lokomotif itu seperti terapi mental bagi Batosai, kadang malah seperti sparing saja. Dia sudah terbiasa dengan suara bising. Tak heran bila suasana lomba burung yang riuh bukan masalah berarti baginya,” beber Galih sambil menebar senyuman.

Dulu kacer Batosai ini milik Galih pribadi. Dia beli di pasar Depok seharga 600 ribu rupiah. Dengan sedikit sentuhan, Batosai mulai berprestasi di beberapa latber dan latpres di kota Solo. Namun akhirnya kacer tersebut berpindah tangan ke Wahyu, seorang penghobi burung yang berdomisili di Boyolali, Jawa Tengah. “Waktu itu saya butuh banyak uang untuk membiayai istri saya yang melahirkan,” cerita Galih.

Baiknya, Wahyu tetap mempercayakan perawatan Batosai kepada Galih sehingga apa yang sudah dimulai Galih tidak terputus ditengah jalan. Ada semacam ‘ikatan batin’ antara Batosai dan Galih yang membuat Wahyu tetap mempercayakan Batosai kepada Galih. “Saya ini cuma pekatik. Diberi kepercayaan itu saja saya sudah maturnuwun,” ucapnya.

Digaji berapa?Hanya seratus ribu seminggu. Jumlah tersebut diluar pakan burung. Uang untuk membelikan pakan burung disediakan sendiri oleh Wahyu. Terkadang ada juga uang bonus dari Wahyu bila Batosai nyantol sebagai juara. Tak heran bila setiap kali Batosai ikut lomba atau latpres Galih selalu melaporkan hal tersebut kepada juragannya. “Harap maklum bila pekatik itu ngotot di lapangan atau bahkan bersitegang dengan juri, itu karena pertanggungjawaban kepada pemilik burung. Saya harus bisa menjawab pertanyaan-pertannyaan dari bos,” urai Galih yang bakal membawa Batosai ke Latpres Gawanan 16 Agustus 2020 mendatang.

Baca Juga :  ARW Cup 2 (8/12) - Kembang Langit Hatrick dikandang Macan

Galih mengatakan bahwa sebagai pekatik, modalnya harus jujur, bila tidak urusannya bisa runyam. Untuk menghindari gosip yang tidak diinginkan, Galih tak memelihara kacer. “Kalau Batosai yang juara maka dinamai kacer saya sendiri. Atau burungnya bos dijual diganti dengan kacer abal-abal. Wis dipercoyo kok malah dislintuti (sudah dipercaya kok malah dibohongi). Kasak-kusuk seperti itulah yang saya hindari,” pungkas Galih. yon

Related Articles

Back to top button