Profil

Cegah “Pemburu Hadiah” di Latber Suwarjo Pelopori Latber Bursa

Semua pasti paham bahwa salah satu tujuan awal digelarnya Latber burung berkicau adalah bersama-sama melatih kemampuan burung dengan sebuah simulasi lomba yang sebenarnya, sebelum diturunkan diajang lomba yang sebenarnya. Namun belakangan hal itu dimanfaatkan oknum “pemburu hadiah” untuk menjadikannya ajang mengeruk keuntungan dengan menurunkan burung-burung yang sejatinya sudah tidak pantas melawan burung-burung kelas latber.

Siapa yang nggak kenal dengan Suwarjo, pria 51 tahun asal kota Bengawan, Surakarta? Puluhan tahun berkiprah di dunia perburungan, tak nampak sedikitpun raut wajahnya enggan mengisahkan perjalanan karirnya di dunia burung tanah air, utamanya di kawasan Surakarta, Jawa Tengah. Menariknya, dari pengalaman panjangnya, Suwarjo justru berinovasi demi menjaga keberlangsungan ajang Latihan Bersama (Latber) burung berkicau.

kontes burung
Gantangan pasar burung Depok Surakarta

Ditemui di pasar burung Depok, Surakarta Jumat ( 12/1/2018), pria yang kini menjadi Ketua Paguyuban Pasar Depok ini, menjelaskan inovasi terbarunya di latber yang rutin ia gelar di gantangan pasar tersebut, dan di beberapa gantangan yang ia kelola di sekitar Surakarta.

Inovasi yang kini tengah ia terapkan adalah dengan membuat “Latber Bursa” dimana setiap peserta yang meraih juara 1 sampai 3, diwajibkan untuk menjual burungnya, dengan nilai transaksi maksimal Rp 15 juta.

Salah satu stan pedagang burung di pasar Depok Surakarta

“Begini mas, saya bersama teman-teman independen disini rutin menggelar latber bursa tiap hari Senin, Rabu dan Jumat,” buka Suwarjo, mantan salah satu tokoh PBI (Persatuan Burung Indonesia).

Nah, lanjutnya, atas sebuah keprihatinan lahirnya ide membuat Latber Bursa pun muncul, tujuannya tak lain agar penyelenggaraan Latber tetap hidup, dimana semua pasti percaya jika faktor utama latber tetap lestari adalah peserta. “Sering saya jumpai latber dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan hadiah secara mudah dengan menurunkan burung-burung jawaranya, yang saya tahu burung-burung itu sudah sering juara bahkan nilai jualnya sudah di atas Rp 25 jutaan,” ungkap pria yang masih aktif sebagai juri independen ini.

Baca Juga :  DUTA BUPATI BULELENG SUKSES DI BALI AUDISI: Siap Jajal Jogja Istimewa

Turunnya burung-burung jawara yang sejatinya sudah nggak “pantas” main di ajang latber, menurut Warjo memicu turunnya jumlah peserta latber, imbasnya tentu penyelenggara merugi karena sepi peserta, lama kelamaan penyelenggara jadi enggan membuat even latber.

“Pasti banyak yang takut turun tho kalau burung jawara bahkan yang pernah juara nasional bernilai puluhan juta turun di ajang latberan. Nah akhirnya saya akali dengan merubah laber biasa menjadi latber bursa, dimana burung yang juara 1, 2 dan 3 harus dijual, dengan batasan maksimal harga Rp 15 juta, dan ternyata hasilnya menggembirakan,” paparnya.

Related Articles

Back to top button