Yan Suta Ketua P3SI Pengwil Jateng, Memaksimalkan Lomba di Tengah Keterbatasan Jadwal
Semarak hobi burung perkutut, berdampak makin banyaknya agenda lomba (konkurs) yang terjadi di daerah-daerah. Bagi kung mania dan peternak, kondisi ini menjadi sebuah harapan besar untuk bisa menyalurkan hobinya dan juga melancarkan usaha ternak perkutunya. Sebaliknya bagi pengurus P3SI (Persatuan Pelestari Perkuttu Seluruh Indonesia), baik ditingkat daerah, wilayah apalagi pusat, akan menjadi sebuah pekerjaan besar, agar semua daerah bisa merasakan dan mendapatkan jatah lomba.
Seperti penuturan Yan Suta, Ketua Pengwil (Pengurus Wilayah) P3SI Jawa Tengah. Menurut Yan Suta, Pengwil Jawa Tengah saat ini memiliki 18 Pengda (Pengurus Daerah), yang aktif sekitar 15 Pengda. Dengan jumlah Pengda yang dimiliki serta jumlah minggu yang harus dipakai untuk memberikan jatah lomba, nampaknya berdampak pada pelaksanaan lomba yang digelar secara bersamaan.
Diakui oleh Yan Suta bahwa sampai saat ini pengda-pengda di Jateng, pada hari yang sama saling mengadakan lomba, sehingga agenda tersebut saling berbenturan. Penyebabnya adalah tidak adanya waktu kosong yang bisa mereka pakai. Menurut Yan Suta, dalam 1 tahun ada 32 minggu, dari 52 minggu kepotong lomba nasional sebanyak 10 minggu, kepotong lagi bulan puasa paling tidak 5 minggu.
Akhir dan awal tahun kepotong lagi 5 minggu karena musim hujan. “Coba bayangkan, bagaimana tidak bingung mengatur jadwal yang jatahnya tidak banyak untuk 15 Pengda yang aktif di Jawa Tengah,” tegas Yan Suta. Di Jawa Tengah, dari 18 Pengda yang ada, dan 15 Pengda yang aktif, maksimal mendapatkan jatah lomba 2 kali saja. Bagaimana mungkin dengan jatah lomba yang sangat terbatas, mampu menggerakkan daerah sehingga bisa lebih aktif lagi.
Apalagi jika melihat animo Semarang yang luar biasa. “Tidak mungkin Semarang hanya dijatah 2 kali lomba dalam satu tahun. Mereka pasti protes,” lanjutnya. Untuk saat ini cara yang bisa dilakukan adalah mengatur jarak geografis antar satu daerah ke daerah lain, sehingga mereka bisa tetap menggelar lomba dan tidak sampai mengganggu satu sama lain. Cara yang dilakukan adalah memberikan jatah lomba brsamaan daerah Pekalongan dan Solo.
Jarak yang cukup jauh, tidak akan memberikan dampak besar ketika mereka sama-sama menggelar lomba. Beda halnya jika dalam kota yang berdekatan, ada lomba bersamaan, pastinya akan merugikan kedua belah pihak. Peserta juga akan dibuat bingung untuk menentukan gelaran tersebut. Hadir di salah satu gelaran, jelas merasa tidak enak sama yang satunya.
Lebih lanjut Yan Suta mengatakan, ada satu hal yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Di dalam AD/ART P3SI Pusat, ada aturan yang menjelaskan bahwa jika ada lomba nasional disuatu daerah, maka daerah lain tidak boleh menggelar lomba yang sifatnya regional. “Kita minta dalam Munas P3SI nanti ada perubahan atau pertimbangan soal aturan yang menjelaskan hal tersebut,” imbuhnya lagi. Seperti kasus beberapa waktu lalu, ketika Lombok menggelar konkurs Liga Perkutut Indonesia, maka daerah lain tidak boleh menggelar kegiatan lain.
“Lombok ada lomba nasional, Jakarta masak tidak boleh ngadakan lomba, kan lucu dan gak masuk akal. Jadi harus direvisi,” tegas Yan Suta. Karena yang pasti lomba nasional, akan diikuti oleh burung-burung level nasional. Gak mungkin burung level local akan hadir di gealran lomba nasional.
Sementara kung mania butuh banyak agenda untuk memberikan kesempatan kepada burung miliknya untuk melatih diri, sehingga diharapkan bisa segera beradaptasi dengan suasana lomba. Sebab jika kondisi demikian diteruskan, maka akan menghambat perkembangan hobi perkutut di daerah. Apalagi saat ini dirinya lagi menggebrak hobi perkutut di Pantura,
Tentunya membutuhkan lebih banyak jadwal lomba, sehingga misi untuk membangkitkan hobi akan segera terealisasi. Sebaliknya jika aturan adanya pembatasan jadwal lomba, maka misi tersebut akan terhambat.